Catatan seputar hal-hal kecil yang menjadi bagian dari sejarah kota Luwuk, karena apa yang terucap akan hilang dilupakan dan yang tertulis akan abadi sepanjang zaman.

Minggu, 13 Juli 2014

Obrolan Sore Hari

08.28 Posted by Unknown No comments
Sore ini saya bertemu dengan seorang teman. Namanya Abdi Putra Yasibang. Ia adalah seorang apoteker lulusan sebuah universitas ternama di Yogyakarta.  Saya biasa memanggilnya Abdi. Abdi merupakan orang asli Luwuk yang cerdas. Ia tak banyak bicara, punya kemampuan analisa yang tajam dan sistematis, pintar berorasi, dan pemilihan kata-katanya ketika berbicara sangat baik dan santun. Mungkin karena sejak mudanya ia rajin berorganisasi dan berada dalam lingkungan Yogya yang terkenal dengan kehalusan tata kramanya.

Acara aksi Munasharah Palestina baru saja akan dimulai. Saya dan beberapa peserta lainnya, termasuk Abdi, masih duduk-duduk di teras Masjid Muttahidah sambil menunggu peserta lainnya datang. Di sela-sela penantian, saya dan Abdi mengobrol tentang rencananya mengirimkan tulisan ke Luwuk Post namun masih urung karena ketiadaan ide. Saya lalu menawarinya beberapa topik dan menyarankannya untuk berlepas diri dari model tulisan yang ribet dan berat. Cukup buat tulisan-tulisan ringan seputar kota Luwuk dan problematikanya saja, sekaligus menawarkan solusi dari problematika yang ada itu.

Saya memberi contoh saat dua tulisan saya tentang perpustakaan daerah tempo hari dimuat oleh Luwuk Post. Keesokan harinya setelah tulisan itu dimuat, Luwuk Post menampilkan berita tentang perkembangan kegiatan Perpustakaan Daerah semisal pendataan dan pembelian buku-buku baru. Munculnya berita tentang Perpustakaan Daerah paska tulisan saya dimuat seolah menyiratkan pesan bahwa tulisan cupu saya tempo hari itu mungkin dibaca oleh pejabat terkait sehingga mereka merasa perlu membuktikan keraguan saya melalui rilis berita di koran lokal yang juga perpanjangan dari Jawa Pos itu.

Di antara beberapa rekomendasi yang saya berikan kepadanya ialah, tentang sebuah komunitas kecil yang sedang saya gagas bersama beberapa teman lainnya dimana komunitas ini memiliki concern terhadap humaniora Luwuk serta sejarah remeh-temeh yang mengiringi tumbuh-kembang kota ini dari masa ke masa. Kekhawatiran akan abainya generasi muda Luwuk untuk menggali sejarah daerah yang turut membangun identitas mereka sampai detik ini menjadi salah satu pertimbangan saya. Pertimbangan yang sangat naif, sebenarnya.

Abdi menyimak kata-kata saya dengan seksama dan dia tampak sangat tertarik karenanya. Saat obrolan kami berakhir, ia menyatakan kesiapan dirinya untuk bergabung ke dalam tim kecil itu dan menunggu kabar lanjutan dari saya. Saya berkata kepadanya bahwa pertemuan lanjutan akan diadakan setelah urusan capres ini selesai dan karenanya ada waktu yang agak sedikit luang yang dapat dimanfaatkan.

Semoga ke depannya urusan ini bisa mencapai titik terangnya. [historialuwuk]




Kilongan, Juli 2014

0 komentar:

Posting Komentar